Selasa, 04 Desember 2012

Jangan Pernah Menyerah

Thomas Alva Edison. Dia dilahirkan di Milan, Ohio; 11 Februari 1847. Salah satu dari sifatnya yang terkenal adalah dia tak pernah mengakui kegagalan atau kekalahan; dia tidak pernah menyerah. Dia dihargai karena membuat 1100 penemuan dalam waktu 60 tahun. Setelah menyelesaikan 10.000 eksperimen dengan sebuah proyek dalam laboratorium listriknya, beberapa teman meminta dia tidak patah semangat karena kegagalannya. Tetapi Edison menjawab, "Saya tidak gagal. Saya telah menemukan 10.000 cara yang tidak bisa berjalan baik!" Dia memberikan pada dunia kata-kata yang terkenal, "Keberhasilan adalah 1% inspirasi dan 99% keringat." Pada waktu dia berusia 9 tahun ibunya membelikan dia sebuah buku kimia. Tom muda membuktikan setiap eksperimen untuk menyakinkan itu benar. Dia mempunyai 100 botol yang ditandai tulisan "racun" agar orang lain tidak menyentuhnya. Pada waktu dia berusia 12 tahun dia memperoleh pekerjaan menjual koran, permen, dan kacang di atas kereta api. Di antara waktu perjalanannya di atas kereta api, dia terus bereksperimen di dalam bagasi mobil, sampai suatu hari terjadi sebuah ledakan dan membakar mobilnya. Pada usia 16 dia bekerja sebagai seorang operator telegrap. Dia harus melaporkan kegiatan kereta api setiap jamnya ke Toronto, di Kanada. Segera, dia menemukan sebuah alat yang bisa membuat laporan secara otomatis. Pada tahun 1877 dia menemukan gramopon, pada tahun 1879 menemukan lampu pijar listrik, dan pada tahun 1887 menemukan mesin gambar bergerak yang disebut kinetoskop. Dia disebut Wizard of Menlo Park (Tukang Sulap dari Menlo Park). Namun di dalam kebesarannya dia rendah hati. "Saya bisa menemukan," dia berkata, "tetapi tidak bisa mencipta." TUHAN memberikan pada kita bakat juga. Kita mungkin membuat beberapa kesalahan; kita mungkin menghadapi kegagalan; tetapi jangan pernah bersungut-sungut dan jangan pernah menyerah."

Senin, 03 Desember 2012

Juara Basket Olimpiade London 2012

terkadang ketika sebuah kompetisi pertandingan olahraga tertentu terdapat tim yang dominan dan sudah cukup bisa ditebak siapa yang bakal juara, maka kompetisi tersebut bisa cukup membosankan dan kurang ada greget-nya. Namun perlu diingat bahwa hal itu juga dapat menimbulkan sisi lain atau efek positif, bahwa tim-tim lain sudah seharusnya agar dapat berlatih dan berusaha keras dengan optimal untuk dapat memberikan persaingan yang signifikan, sehingga syukur-syukur bisa meruntuhkan dominasi yang ada. Barangkali itulah kondisi yang menurut saya bisa menggambarkan apa yang terjadi pada pertandingan di cabang Bola Basket pada Olimpiade London 2012 yang baru saja usai kemarin hari. Juara pada cabang Bola Basket Olimpiade London 2012 baik untuk putra maupun putri kembali diraih oleh Amerika Serikat. Tim yang mendapat julukan “Dream Team” masih terlalu kuat bagi tim Basket dari negara lain peserta Olimpiade London 2012. Cukup wajar mengingat kompetisi Bola Basket paling bergengsi di dunia terdapat di negri Paman Sam itu, yakni NBA (National Basketball Association). Sehingga tim basket Amerika Serikat pastilah selalu bertabur bintang Basket kelas dunia dan menjadi magnet tontonan tersendiri selama penyelenggaraan Olimpiade. Meskipun sekali lagi, banyak pecinta Basket telah dapat memprediksikan Amerika Serikat kemungkinan besar akan menjadi langganan Juara Basket. Namun sebetulnya bukan berarti Amerika Serikat belum pernah terkalahkan sama sekali di pagelaran Olimpiade. Misalnya Spanyol yang pernah mengalahkan tim Basket putra Amerika Serikat di Olimpiade Athena 2004. Dan beberapa negara lain yang sering dapat memberikan perlawanan yang berarti bagi Basket Amerika Serikat antara lain Prancis dan Australia. Semoga di Olimpiade Brasil 2016 makin banyak tim Basket dari negara-negara lainnya yang dapat menghadirkan pertandingan yang lebih seru dengan memberikan perlawanan berarti bagi dominasi dan hegemoni Amerika Serikat, selamat berlatih . Perolehan Medali Basket Putra Olimpiade London 2012
Medali emas Basket putra Olimpiade London 2012 diraih Amerika Serikat setelah mengalahkan Spanyol di final dengan skor 107-100. Tim Amerika Serikat diperkuat bintang-bintang NBA seperti LeBron James, Kobe Bryant dan Chris Paul, Mereka memenangi emas Olimpiade ke-2 kali berturut-turut dan ini adalah emas ke-14 dari total emas yang pernah diraih. Perolehan Medali Basket Putri Olimpiade London 2012
Tim basket putri Amerika Serikat mengalahkan tim basket putri Prancis pada pertandingan final dengan skor akhir 86-50. Medali emas Olimpiade ke-5 kali berturut-turut bagi mereka setelah capaian di Sydney, Athena, Atlanta, dan Beijing. Sehingga total medali emas yang diperoleh adalah berjumlah 10.

Jumat, 30 November 2012

大二爷

2 Gods Of Wealth From Netherworld: Big Brother in White Robe - Dua Yah Peh(大爷伯) - Xie Bi An (谢必安) 2nd Brother in Black Robe - Di Ya Peh (二爷伯) - Fan Wu Jiu (范无救) The two Deities together, they are often known as Dua Di Ya Peh (大二爷伯) by the Southern Chinese of Hokkien and Teochews and also known as Hei Bai Wu Chang(黑白无常) in Mandarin. There are more than a pair of Dua Di Ya Peh (大二爷伯) in the Netherworld, therefore the stories of how they died will be different. They are known as Hei Bai Wu Chang(黑白无常) in the netherworld and not Dua Di Ya Peh (大二爷伯). Their appointments are like Sergeant Rank in the army. They are allowed to move freely between the Netherworld and Earth. Since their life stories began in Southern China , they are known among the Southern Chinese and the Oversea - Chinese in South East Asia but other parts of China may never know about these 2 Hell Deities. The history goes like this... told by the White and Black Brothers during trance.. Centuries ago, in a Southern province of China, there were two sworn brothers by the name of Xie Bi An and Fan Wu Jiu . Both were Constables working in the Government Office. During that period, opium was introduced into China. Chinese was tricked into believing that opium was Longevity Paste(长寿糕) by the British. Hence, many people including Xie Bi An and Fan Wu Jiu were taken in by these lies and became hooked onto them. However, as a head of the constable then, the decision from Xie Bi An (谢必安) was vital. He was given 2 choices at that time, to take bribery, close an eye and continue enjoying with endless supply of opium or face death and expose the deadly drug in China. Dua Ya Pek was already badly addicted by that time. If he chose the former offer, more Chinese will be killed from the drugs unknowingly. If he chose the latter, he will be killed from running out of opium stock very soon. As a responsible and a righteous man, Dua Ya Pek chose to save the Chinese and end his life by hanging himself from a rope just outside the City Gate. Dua Ya Pek body was later removed by Dee Ya Pek. Dee Ya Pek was too distraught with the incidence and eventually decided to end his life by jumping into the sea the next day. Dua Ya Pek was killed by hanging himself thus his tongue stuck out. Dee Ya Pek die of drowning and thus his face is blacken. In view of their righteous character and responsible personality, the Jade Emperor (Heavenly God) appointed them to becomes the constables of the hell. Beside carrying out law and order in hell, they are to capture the wondering spirits on earth and also required to provide ritual services in the human world to help the human folks. Both Dua Ya Pek and Di Ya Pek are two of the many other subordinates of 'Chen Wang Yeh' (城王爷) - A Judge In The Netherworld . Providing Lottery Numbers is not their main duties, however they are allowed and able to give very accurate Lottery Numbers if there is a need or when they want to. During consultation, when the human folks request for Lottery numbers from them, they will do a study whether the person is deserved to strike the Lottery and if yes, they will provide them accurate Lottery Numbers accordingly. Often time when a person is desperately in need of help, Dua Ya Pek or Di Ya Peh would personally give them very accurate Lottery Numbers to let them settle their monetary problems. During important festivals such as their birthdays, Dua Ya Pek or Dee Ya Pek will definitely write down very accurate lottery numbers to let the worshipers and believers strike the Lottery. Human Folks often time do prayer in front of their statues in the temple and seek Lottery Numbers by shaking a cup of Numbers written on small rolls of papers. There is a popularly known fact - If anyone ever bump into them on the street at night or in the graveyard or along the dark alley or dark roadsides at night, they will confirm strike the Lottery. These 2 White and Black Brothers enjoy eating Chinese Red Bean Biscuits , drink Stout Beers and smoke the Camel Brand Cigarettes without filters. Folks considered these 2 Brothers as the 2 Hell Gods Of Wealth because they have the opportunities to strike the Lottery from the numbers given by them.

Sejarah Singkat Guan Yu / Kwan Kong / Bodhisattva Sangharama / 伽蓝菩薩

Sebagian besar orang bisa saja tidak mengenal nama Bodhisattva Sangharama, tetapi begitu melihat citra rupang seorang jendral gagah perkasa dengan jenggot panjang indah bergemulai dan paras muka merah lebam berkilau, maka mereka pasti akan langsung tahu. Ya, Bodhisattva Sangharama adalah Guan Yu alias Guan Gong (Kwan Kong). Siapa tidak tahu Guan Yu? Banyak orang mengetahuinya dari cerita Sam Kok (Kisah Tiga Negara) dan game Dynasty Warrior. Namun, tahukah kita bagaimana latar belakang Guan Yu hingga dinobatkan sebagai Dharmapala (Pelindung Dharma) dalam tradisi Mahayana Tiongkok? Guan Yu / 關羽 (160 - 219 M), alias Yun Chang (雲長), lahir pada tanggal 24 bulan 6 Imlek, adalah penduduk asal Jiezhou, Hedong (sekarang Yuncheng, Propinsi Shanxi). Sejak kecil dididik dalam bidang kesusastraan dan sejarah. Beliau sangat menggemari kitab sejarah Chunqiu (Musim Semi dan Gugur) dan Zuozhuan (kitab sejarah karya Zuo Qiuming). Guan Yu memiliki 3 anak: Guan Ping (關平) , Guan Xing (關興) dan Guan Suo (関索). Salah satu watak istimewa yang dimiliki Guan Yu adalah jiwa setia dan ksatria, beliau berani membela yang lemah dan tertindas. Tahun 184, Guan Yu melarikan diri dari kampung halamannya setelah membunuh orang demi membela kaum lemah. Beliau menuju wilayah Zuo, kemudian berkenalan dengan Liu Bei (劉備) dan Zhang Fei(張飛). Liu Bei adalah anggota keluarga Kaisar Kerajaan Han yang sedang merekrut prajurit untuk membasmi pemberontakan Serban Kuning. Karena memiliki cita-cita yang sama, maka mereka bertiga menjalin tali persaudaraan yang dikenal dengan sebutan Tiga Pertalian Setia di Taman Bunga Persik. Semenjak itu, mereka bertiga berkomitmen sehidup semati memperjuangkan cita-cita penegakan hukum demi membersihkan Kerajaan Han dari gerogotan korupsi dan pengkhianatan. Namun Kerajaan Han yang telah berdiri kokoh selama 400 tahun itu akhirnya terpecah menjadi 3 kerajaan, yang mana Liu Bei sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan menyatakan diri sebagai penerus Dinasti Han. Era inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan San Guo (Sam Kok - Tiga Negara). Perjuangan keras tiga bersaudara Taman Bunga Persik untuk mempersatukan Tiongkok tidak berhasil. Begitulah hingga usia 60 tahun, Guan Yu bersama putranya, Guan Ping, akhirnya gugur dalam pertempuran. Meskipun demikian, rasa hormat terhadap Guan Yu tidak serta merta lenyap seiring dengan gugurnya pahlawan berparas merah lebam ini. Keberanian, kesetiaan dan jiwa ksatria beliau menjadi kisah harum dalam masyarakat Tionghoa selama turun temurun. Selain itu, dalam kalangan spiritual, dikenal pula kisah perjodohan Guan Yu dengan ajaran Buddha, sebuah ajaran kebenaran sejati yang menembus kepekatan misteri dimensi ruang dan waktu. Ya, Guan Yu menjadi siswa Buddha setelah beliau gugur. Awal Mula Sebagai Pelindung Dharma Kisah berikut ini terjadi beberapa ratus tahun setelah gugurnya Guan Yu. Berdasarkan catatan sejarah Buddhis - Fozhu Tongji (佛祖統紀 - Taisho Tripitaka 2053), pada tahun 592 M, (Dinasti Sui, era Kai Huang ke-12), disebutkan bahwa pada suatu malam, langit tiba-tiba menjadi cerah, bulan terlihat jelas sekali, Guan Yu bersama Guan Ping dan sekelompok makhluk gaib muncul di hadapan Master Tripitaka Zhiyi (智顗 - pendiri aliran Tiantai Tiongkok) yang sedang bermeditasi di Bukit Yuquan. Guan Yu berkata, “Saya Guan Yu dari era akhir Dinasti Han. Ini adalah putra saya, Guan Ping. Kami terus berkelana setelah meninggal. Yang Arya, dengan tujuan apakah anda datang ke sini? Master Zhiyi menjawab, “Aku datang ke sini untuk membangun vihara.” Guan Yu menjawab, “Yang Arya, izinkanlah kami untuk membantumu. Tidak jauh dari sini, terdapat lahan yang kokoh tanahnya. Saya dan putra saya dengan senang hati akan membangun vihara di sana untuk anda. Mohon lanjutkan meditasinya, vihara akan selesai dalam waktu 7 hari saja.” Setelah Master Zhiyi selesai bermeditasi, terlihat sebuah vihara yang sangat indah muncul persis di tempat yang ditunjukkan oleh Guan Yu. Vihara itu kemudian diberi nama Vihara Yuquan (玉泉寺). Suatu hari Guan Yu datang ke Vihara Yuquan untuk mendengarkan Master Zhiyi membabarkan Dharma, setelah itu beliau memohon untuk dapat menjadi siswa Buddha dengan menerima Trisarana dan Panca Sila Buddhis. “Aku sangat beruntung mendapat kesempatan mendengarkan Dharma dan beraspirasi mempraktikkan Jalan Bodhi (pencerahan) mulai dari sekarang. Mohon izinkanlah saya untuk menerima Sila dari Anda,” demikian ucap Guan Yu kepada Master Zhiyi. Master Zhiyi kemudian membangun sebuah kuil untuk Guan Yu di sebelah barat laut vihara. Sebuah batu ukiran yang bertajuk tahun 820 M di Vihara Yuquan mengisahkan tentang pertemuan antara Guan Yu dan Zhiyi tersebut. Di dinding kuil yang didirikan Zhiyi untuk Guan Yu, terdapat tulisan: "Di balik wajah merahnya, terdapat hati bagaikan batu merah delima. Guan Gong menunggang kuda melebihi kecepatan angin. Tetapi sejauh ia berkuda, ia melayani Sang Raja Api. Dengan lampu minyak Ia belajar sejarah, di mana ia mempercayakannya pada golok naga hijaunya. Kebijaksanaannya yang mendalam akan membawa terang bagi hari-hari yang ada." Selain kisah di atas, ada satu versi lain tentang kisah bagaimana Guan Yu menjadi seorang pemeluk agama Buddha. Dikatakan bahwa pada suatu malam Guan Yu menemui Bhiksu Zhikai(智鎧), murid dari Tiantai Master Zhiyi, dan menerima Trisarana dari Bhiksu Zhikai. Kemudian Bhiksu Zhi Kai melaporkan perjumpaan dengan Guan Yu tersebut kepada Yang Guang, Pangeran Jin (yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui Yang Di - 隋煬帝). Pangeran Yang Guang memberikan Guan Yu gelar “Sangharama Bodhisattva”. Itulah asal muasal dari mana gelar Sangharama diberikan kepada Guan Yu. Pada kisah lainnya, seperti dalam Catatan Kisah Tiga Negara (San Guo Yan Yi - 三国演义), Guan Yu muncul di hadapan Bhikshu Pujing (普淨) di malam saat gugur karena dipenggal oleh pihak Sun Quan, Raja Wu. Tubuhnya dikubur di dekat Bukit Yuquan yaitu di Jingzhou. Di sela-sela kegalauan atas kehilangan kepala, raga halus Guan Yu bergentayangan mencari kembali kepalanya. Bhiksu Pu Jing dengan kekuatan batinnya melihat Guan Yu turun dari angkasa menunggang kuda sambil menggenggam golok besar Naga Hijau, bersama dengan 2 pria, Guan Ping dan Zhou Cang. Semasa hidupnya saat dalam pelarian dari kubu Cao Cao, Guan Yu pernah ditolong oleh Pujing di Vihara Zhen-guo. Lalu Bhiksu Pujing memukul pelana kuda dengan kebutan cambuknya seraya berkata, “Di mana Yun Chang?” Seketika itu juga Guan Yu tersadarkan. Guan Yu kemudian memohon petunjuk untuk dapat terbebas dari kegelapan pengembaraan batin. Pujing memberi nasehat, “Dulu salah atau sekarang benar tak perlu dipersoalkan lagi, karena terjadi pada saat sekarang tentunya ada sebab pada masa lalu.” Pujing lalu melanjutkan, “Sekarang engkau meminta kepalamu, menuntut atas kematianmu di tangan Lu Meng, namun kepada siapa Yan Liang, Wen Chou dan penjaga lima perbatasan serta banyak lagi lainnya yang telah kau bunuh, meminta kembali kepala mereka?” Kata-kata Pujing itu terasa sangat menyentak. Setelah tersadarkan dari kegalauannya, Guan Yu lalu menjadi pengikut Buddhis. Sejak itu Guan Yu sering muncul melindungi masyarakat di sekitar Bukit Yuquan. Sebagai rasa terima kasih kepada Guan Yu, para penduduk membangun kuil di puncak Bukit Yuquan. Awal mula jodoh karma antara Bhiksu Pujing dengan Guan Yu, diceritakan dalam satu legenda. Alkisah kelahiran lampau Guan Yu adalah raja naga yang dengan welas asih membantu rakyat yang mengalami bencana kekeringan dengan menurunkan hujan. Setelah sang raja naga meninggal, Bhiksu Pujing membantu membacakan doa-doa di hadapan jasadnya dan akhirnya raja naga tersebut terlahir kembali menjadi Guan Yu. Gubuk rumput tempat tinggal Pujing kemudian dibangun menjadi sebuah Vihara yang akan bernama Vihara Yuquan. Sebelumnya Vihara Yuquan ini bernama Vihara Fuchuan shan yang dibangun oleh raja Liang Xuandi pada abad ke-6 M. Namun karena sebab-sebab tertentu, vihara tersebut rusak dan bobrok. Kemudian pada abad ke-6 juga, Zhiyi berniat membangun kembali vihara baru di lokasi tersebut dengan nama Vihara Yuquan. Dalam pembangunan kembali ini dikisahkan Zhiyi mendapat bantuan dari Guan Yu, beserta pihak kerajaan seperti dari Pangeran Yang Guang dan ayahnya, Raja Sui Wendi yang memegang pemerintahan pada masa itu. Vihara Yuquan ini di dalam kompleksnya terdapat kuil Guan Miao (kuil untuk Guan Yu). Ini adalah salah satu tempat pemujaan Guan Yu yang tertua, juga merupakan vihara tertua di Dangyang. Tempat penampakan raga halus Guan Yu ditandai dengan sebatang pilar batu yang bertuliskan: “Di sini tempat Guan Yun Chang dari Dinasti Han menampakkan diri.” Pilar batu itu adalah hadiah dari kaisar Wan Li masa Dinasti Ming dan masih bisa dilihat sampai sekarang. Guan Yu sebagai dewa juga pernah bertanya jawab dengan kakak seperguruan Patriarch Ch’an ke-6, Shen Xiu (神秀). Dalam Sutra Saptabuddha Ashtabodhisattva Maha Dharani Sutra (Sutra tentang Mantra Sakti Mahadharani yang dibabarkan 7 Buddha dan 8 Bodhisattva) tercatat bahwa ada 18 Sangharama (Qielan Shen) sebagai pelindung lingkungan vihara, yaitu: Meiyin, Fanyin, Tian’gu, Tanmiao, Tanmei, Momiao, Leiyin, Shizi, Miaotan, Fanxiang, Renyin, Fonu, Songde, Guangmu, Miaoyan, Cheting, Cheshi, dan Bianshi. Guan Yu sendiri bukanlah sosok yang tercatat dalam Sutra Mahayana sebagai Sangharama. Term Sangharama sendiri mengandung pengertian sebagai tempat tinggal anggota Sangha, atau lebih umum dikenal sebagai vihara. Secara etimologi, istilah Sangharama telah dikenal sejak masa kehidupan Buddha. Selain 18 dewa Sangharama yang telah disebutkan di atas, dua tokoh yang dianggap sebagai pelindung utama Sangharama adalah Anathapindika dan Pangeran Jeta, penyokong Vihara Jetavanarama pada masa kehidupan Buddha. Secara kualitatif, Guan Yu memiliki pengabdian yang setara dengan para Pelindung Sangharama, pun karena memiliki komitmen yang besar untuk melindungi lingkungan vihara, maka tidaklah mengherankan bila kemudian diapresiasi secara khusus oleh Mahayana Tiongkok sebagai Bodhisattva Sangharama. Ada juga yang menyebut sebagai Bodhisattva Satyadharma Kalama. Pada tahun 1081 M, tokoh politik Song Utara dan umat Buddha bernama Zhang Shangying (張商英)menyebut Guan Yu sebagai Pelindung Dharma. Di kalangan Mahayana Tiongkok, Guan Yu sering ditampilkan berdiri berpasangan dengan Dharmapala Veda (Weituo Pusa) yang juga merupakan Pelindung Dharma. Keduanya mendampingi rupang Buddha atau Avalokitesvara. H.H Gyalwa Karmapa ke-17, pemimpin dari Karma Kagyud pernah menulis buku Sadhana kepada Sangharama Maha Dewa Guan Gong. Selain itu, Ven. Hai Tao juga pernah memberikan ceramah mengenai Guan Gong. Belakangan ini di luar negeri, terdapat beberapa upacara Sangharama yang diadakan dan dihadiri bersama oleh Sangha Mahayana dan Vajrayana. Bahkan di Guandi Miao di Jepang, setiap kali pada perayaan hari raya Guan Gong (Kantei-tan/Guandi Dan) selalu dipimpin para Bhiksu Mahayana. Tidak seperti di vihara-vihara Mahayana Tiongkok, di Jepang, jarang ditemukan vihara yang memiliki altar Guan Yu. Hanya vihara-vihara beraliran Obaku Zen yang mendirikan Garando (Aula Sangharama), yaitu aula untuk Guan Gong, di kompleks viharanya, contohnya seperti Vihara Manpuku-ji. Pemujaan Guan Yu Hingga ke Tibet Pemujaan Guan Yu juga meluas sampai ke Tibet (terutama di aliran Gelugpa dan Nyingmapa). Altar beliau ada di vihara-vihara Tibet, seperti Mahavihara Tsurphu, sejak kunjungan Maha Ratna Dharmaraja Karmapa V ke Tiongkok atas undangan Kaisar Yong Le. Dulu di Tibet, Guan Yu sebagai Sangharama dikenal dengan nama Karma Hansheng (噶瑪漢神). Dalam lukisan Thangka Buddhisme Vajrayana, biasanya Guan Gong didampingi oleh Zhou Chang, Guan Ping, Liu Bei, Zhao Yun, Chitu Ma (kuda Guan Gong) dan Ma She Ye (penjaga kuda Guan Gong). Di atas kepala Guan Gong terdapat figur Amitayus Buddha (mungkin disebabkan karena ada beberapa kalangan yang menganggap Guan Yu sebagai Pengawal Tanah Suci Sukhavati Amitabha Buddha) dan terkadang figur Amitayus digantikan oleh figur seorang Guru dari sekte Gelug (Topi Kuning). Di Tibet dan Mongolia, pemujaan Guan Di (Dewa Guan Yu) diasosiasikan sebagai Raja Gesar dari Ling yang dikenal merupakan emanasi Guru Padmasambhava. Pengasosiasian tersebut dimulai sejak zaman Dinasti Qing (Manchu). Lobsang Palden Yeshe, Panchen Lama ke-6 (1738 - 1780 M) adalah yang pertama kali mengatakan bahwa Guan Di adalah Gesar. Oleh karena itu Guan Di Miao (Kuil Guan Gong) di Lhasa disebut juga dengan nama Gesar Lhakhang. Ada juga yang percaya bahwa Guan Di dan Gesar adalah inkarnasi masa lalu dari Panchen Lama. Guan Gong dipandang sebagai Dewa Pelindung Dinasti Qing, sedangkan Vajrayana Buddhis sekte Gelug adalah agama yang dianut anggota kerajaan Dinasti Qing. Demikianlah Guan Gong (Yang Mulia Guan Yu) dihormati baik oleh kalangan Mahayana maupun Vajrayana (Tantrayana) sebagai Bodhisattva Dharmapala (Pelindung Dharma). Bahkan dalam kepercayaan masyarakat, diyakini Guan Gong kelak akan menjadi seorang Buddha bernama Ge Tian (Ge Tian Gu Fo - 蓋天古佛). Pemujaan di Kalangan Umat Tao dan Kong Hu Cu Guan Yu dihormati oleh ketiga agama (Buddha, Tao dan Khonghucu). Dalam kitab Taois Guansheng Dijun Baohua (關聖帝君寶誥) – Alamar Mulia Guansheng Dijun disebutkan bahwa Guan Gong, “Memegang Kekuasaan San Jiao (Tridharma) Konghuchu, Buddha dan Tao”. Pemujaan Guan Yu juga luas di kalangan umat Tao dan Konghucu sebagai Guansheng Dijun (關聖帝君), Guan Gong (關公), dan Guan Di (關帝). Penghormatan ini tampak nyata sekali di banyak kelenteng. Sejak Dinasti Song para Taois memuja Guan Yu sebagai Dewata Pelindung Malapetaka Peperangan, sedang umat Konghucu menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan - Wenheng Dadi (文衡大帝). Pemujaan Guan Gong mulai meluas di kalangan Taois pada abad ke 12 M. Menurut sejarawan Boris Riftin dan Barend J. Ter Haar, pemujaan Guan Yu di kalangan Buddhis lebih awal daripada di kalangan Taois. Bahkan di dinding kuil Guan Miao di Vihara Yuquan terdapat tulisan "Tian Xia Di Yi Guan Miao" (天下第一關廟), yang berarti Kuil pertama Guan Yu di bawah Langit. Pemujaan ini mulai popular pada masa Dinasti Ming. Guan Di dipuja karena kejujuran dan kesetiaannya, pun dipandang sebagai dewa pelindung perdagangan, dewa pelindung kesusasteraan dan dewa pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan dewa perang yang umumnya dialamatkan kepada Guan Di, harus diartikan sebagai dewa yang mencegah terjadinya peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman. Di kalangan rakyat, Guan Yu juga dianggap sebagai Dewa Rezeki - Wuchai Shen (武财神). Bagaimana mungkin Guan Yu sebagai seorang jenderal yang sering berperang dan membunuh akhirnya dihormati sebagai Bodhisattva? Meskipun tampak kontradiktif, namun semua ini tak lebih hanyalah masa lalu yang telah sirna setelah disadarkan oleh nasehat bhiksu suci. Penyadaran ini seperti halnya kisah kehidupan Angulimala di masa kehidupan Buddha. Sifat Keteladanan Guan Yu Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di berbagai kalangan, seperti lingkungan ibadah, kepolisian, bahkan hingga kalangan mafia yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu, namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia lalu dikaitkan dengan sosok Guan Yu. Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan. Terlepas dari hal ini, ada baiknya kita melihat sifat mulia yang tercermin dari sosok Guan Yu, yang bisa menjadi teladan bagi kita semua. 1. Patriotis 2. Menjaga norma susila 3. Tidak tergiur akan kesenangan/kenikmatan 4. Tidak silau akan nama dan harta 5. Tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama 6. Tidak melupakan kesetiaan persaudaraan 7. Berjiwa altruis (mementingkan orang lain) Guan Yu bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan pemujaan spiritual, pun adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok di manapun berada dan menjadi sebuah maskot tentang semangat pengabdian, kesetiaan dan sikap lurus. Sebagai penutup, kita kutip sebuah sajak yang dilantunkan sebagai apresiasi terhadap Guan Yu dalam Penuntun Kebaktian Sore kalangan Mahayana Tiongkok: “Pemimpin Sangharama, yang mempunyai wibawa dan keagungan menata seluruh vihara. Dengan penuh sujud dan kesetiaan menjalankan Buddha Dharma. Selalu melindungi dan mengayomi Dharma Raja Graha. Tempat Suci selalu damai tenteram selamanya.Namo Dharmapala Garbha Bodhisattva Mahasattva Mahaprajnaparamita.” Di kutip dari salah satu sumber di internet Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

kera sakti , shun wu kong

Si Kera Sakti, Shun Wu Kong
Di Tiongkok ada sebuah novel kuno yang diketahui secara luas yakni "His-yu-chi" (Catatan Perjalanan ke Barat), selama beberapa abad, kisah hidup yang telah tersiar lama ini tetap abadi. Adalah Wu Ch'eng-en (th. 1500 - 1582), seorang penulis novel dan puisi terkenal pada Dinasti Ming (1368-1644) kelahiran Shan-yang, Huai-an (sekarang Provinsi Kiangsu, Tiongkok) yang menuliskan suatu kisah berdasarkan cerita perjalanan Hsuan-tsang dari bukunya Ta-T'ang Hsi-yu-chi. Kisah cerita ini kemudian menjadi terkenal dengan legenda Kera Sakti Sun Wu-khung (Sun Go Kong atau Sun Hou-zi). Novel ini diterbitkan pertama kali pada 1592, 10 tahun setelah kematian Wu Ch'eng-en. Cerita legenda "Catatan Perjalanan ke Barat" tersebut terdiri dari 100 bab yang dapat dibagi atas tiga bagian utama. Bagian pertama dari tujuh bab menceritakan kelahiran Sun Go Kong dari sebutir telur batu dan memiliki kekuatan mahasakti yang tiada tandingannya sehingga mengacaukan kayangan yang kemudian diturunkan dari kayangan dan dikurung oleh Buddha Sakyamuni di dalam Wu-hsing-shan (Gunung Lima Unsur Alam) sambil menunggu pembebasannya oleh seorang biksu yang akan melakukan perjalanan ke Barat mengambil kitab suci. Bagian kedua berisi lima bab yang berkaitan dengan sejarah Hsuan-tsang dan tugas utamanya dalam melakukan perjalanan ke Barat. Sedangkan bagian ketiga yang berisi 88 bab sisanya menceritakan keseluruhan perjalanan Hsuan-tsang dengan ketiga muridnya yaitu Sun Go Kong, Chu Pa-chieh, dan Sha Ho-shang Kisah Perjalanan ke Barat yang populer dengan legenda kera saktinya itu adalah merupakan suatu karya legenda China yang luar biasa dalam menggambarkan ajaran Buddha darma yang sulit dimengerti oleh rakyat di Tiongkok waktu itu. Legenda ini merupakan gambaran kisah perjalanan Hsuan-tsang dengan berbagai kesulitan dari seorang manusia yang selalu diliputi oleh berbagai keinginan dan keserakahan (diwakili oleh Chu Pa-chieh), kebodohan batin yang merupakan refleksi karakter manusia yang lemah dan selalu membutuhkan dorongan semangat (diwakili oleh Sha Ho-shang), kesombongan, keegoisan dan pikiran yang liar (diwakili oleh Sun Go Kong). Dia adalah kera nakal yang tak pernah diam. Selalu bergerak ke sana dan ke sini dengan begitu cepatnya. Kalau sudah tidak bisa dikendalikan oleh biksu Tong (Hsuan-tsang), maka akan diperingati terlebih dahulu, tapi kalau masih nakal maka akan dibacakan mantra pemberian Avalokitesvara Bodhisattva. Sedangkan biksu Tong sendiri menggambarkan suatu kesadaran bahwa setiap tindakan akan ada akibatnya. Tidak kalah pentingnya adalah jubah yang dikenakan oleh biksu Tong, merupakan suatu simbol perlindungan kesucian dari sifat dasar manusia. Jubah ini dikisahkan banyak memberikan perlindungan kepada biksu itu dari segala gangguan siluman yang mencoba membinasakannya ataupun menggodanya. Sedangkan Pai-Ma (kuda putih) hanyalah merupakan pelengkap cerita saja dan tidak mewakili apa-apa. Di dalam cerita perjalanan menuju ke Barat untuk mencari kitab Buddha di bawah lindungan oleh para dewa di langit ini, tidak sulit ditemukan bahwa masalah langit dan bumi mempunyai urutannya. Dewa pada tingkat yang tinggi mengurus Dewa tingkatan rendah dan Dewa tingkatan rendah mengurus dunia manusia. Siapa yang telah merusak urutan ini, akan menerima hukumannya. Sun Go Kong menganggap dirinya paling hebat, dan mengangkat dirinya sendiri sebagai dewa tertinggi, kemudian membuat keributan di istana langit. Prajurit dari langit juga tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Namun di hadapan Buddha, kecilnya bagaikan sebutir kelereng yang tinggal disentil dan meskipun mengeluarkan seluruh kemampuannya juga tidak akan bisa melepaskan diri dari telapak tangan Buddha. Setelah dibebaskan oleh biksu Tong, ia mengikuti perjalanan ke Barat mencari kitab suci sekaligus menebus karmanya. Demikianlah karya sastra kuno yang berasal dari kehidupan pada zaman dahulu, memiliki makna nilai yang lebih dalam kehidupan, dan semua ini merupakan pengetahuan bersama secara umum. Dan yang membuat orang merasa takjub adalah bahwa pada zaman yang belum maju di masa itu, malah terdapat penuturan tentang "sehari di langit, setahun di bumi" dalam catatannya. Semua ini mungkin merupakan catatan karangan yang paling dini tentang pengetahuan manusia terhadap ruang dimensi lain alam semesta. Dikarenakan ingatan manusia terbatas dan singkatnya kehidupan, maka demi untuk diketahui oleh anak cucu mengenai hal-hal orang dulu, lalu dituangkan dalam buku catatan. Orang-orang pada umumnya melihatnya sebagai sesuatu yang nyata pada catatan sejarah, namun menganggap bahwa ceritanya telah mengalami proses rekaan. Pada kenyataannya memang demikian adanya. Sebetulnya dalam catatan sejarah juga belum tentu mencatat masa lampau dengan yang sebenarnya, apalagi pada masa masa sekarang ini. Manusia dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, telah berubah semakin rumit, kesadaran dan pemikirannya sesudah lahir bagaikan kotoran lama yang semakin ditumpuk semakin tebal, membentuk zat-zat hitam yang semakin lama semakin keras. Naluri dan watak pembawaan manusia yang polos dan baik, telah dibelenggu. Dan merupakan sesuatu yang logis dan masuk akal jika orang dengan berdasarkan keinginan, tekad dan tujuannya telah membuat roman sejarah. Akhirnya lama kelamaan, tidak ada lagi orang yang percaya dengan hal-hal dahulu. Banyak sekali hal-hal di dunia manusia yang kelihatannya bukan berdasarkan keinginan orang, manusia hanya bisa mengkhayal, namun tidak bisa mewujudkan agar segalanya tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Orang-orang sering kali mengungkapkan sebuah kalimat: "Segala sesuatu bisa dilakukan manusia, namun berhasil atau tidaknya tergantung di Atas (Tuhan)".(erabaru.net)*

TKJ XII

keluarga TKJ